Wednesday, March 25, 2009

sanktuari dan tempat meneduhkan diri...

Di blognya, salah seorang kawan baik saya menceritakan bahwa hari itu adalah hari peringatan dua tahun ia keluar dari rumah. Sementara saya, baru keluar dari rumah sekitar lima bulan ini.Tidak terlalu istimewa bagi kawankawan saya yang lain yang telah lama keluar dari rumahnya. Akan tetapi bagi saya itu merupakan pencapaian luar biasa. Luar biasa karena saya bisa bebas menentukan apapun yang saya mau tanpa harus berpikir dua kali. Luar biasa karena saya bisa bertanggung jawab penuh terhadap diri saya sendiri. Sungguh luar biasa. Dan saya sangat senang dengan keadaan ini.


Dulu, saya berpikir bahwa saya akan keluar dari rumah dengan cara yang tidak konvensional. Dengan cara radikal. Lari dari rumah, diusir pergi karena hamil, hidup dengan kekasih saya—tetapi lihat kenyataannya sekarang: saya tidak lari dari rumah, saya pergi dengan baikbaik. saya tidak hamil dan saya tidak punya kekasih lagi. Hidup benarbenar menjungkirbalikkan semua yang saya duga. Seperti yang dikatakan oleh ibu Benjamin Button: kau tidak tahu apa dan siapa yang datang selanjutnya. Dan saya sekarang hanya tertawa. Getir sekaligus terpingkalpingkal. Selalu. Menertawakan diri saya sendiri. Betapa bodohnya saya. Melihat ke belakang benarbenar membuat saya gelenggeleng kepala. Bagaimana bisa saya berpikir demikian? Romantisme à la Radit dan Jani mungkin? Hahaha! Tidak, saya tidaklah se-brutally romantic kedua tokoh Sid and Nancy wanna be itu. saya hanya ingin menidak dan menegasikan diri.


Mungkin keinginan segera lepas dari rumah itu yang membuat semua akal sehat saya jadi kabur tidak karuan. Otak saya tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga saya menjadikan dia, pak tani, sebagai jalan keluar dari semua masalah yang saya hadapi. Ia pintu keluar untuk semua yang saya alami. Saya menaruh segala harapan pada dirinya, dan akhirnya saya tahu, saya salah besar. Diapun sama seperti saya. Menghadapi permasalahan yang kurang lebih sama. Berusaha menemukan dirinya sendiri, dan entah apakah sekarang ia sudah menemukannya. Ah, saya kangen padanya.


Dengan segala cara yang konvensional dan aturan main yang saya sepakati dengan ayah dan ibu saya itu, jadilah saya hidup di luar rumah. Berpisah dengan ayah dan ibu saya. Meski sebenarnya lucu kalau dipikir kenapa saya harus tinggal di luar rumah yang hanya berjarak 30 menit naik bus dan hanya pulang ke rumah setiap akhir pekan. Apa coba yang saya cari di luar rumah? Jawabannya adalah saya mencari diri saya sendiri. Klise? Memang, tapi itu yang terjadi pada saya. Dan saya senang mengetahui hal itu. Saya senang sekali dikangeni setiap akhir pekan oleh orangorang rumah; tentu saja dengan implisit. Senang sekali mendapati ibu saya libur setiap hari Minggu dan saya mengobrol dengan semua orang rumah atau hanya sekedar menerima sms tak jelas dari adik saya setiap Jumat malam dan Sabtu pagi: mbak, kowe bali jam piro? Menyenangkan sekali.


Mungkin memang dengan berjarak seperti ini membuat saya malah jauh lebih dekat dengan mereka. Dengan berada di luar rumah seperti ini, saya malah bisa melihat semua persoalan dengan lebih jernih dan bisa mengambil sikap lebih dewasa. Saya menyadarinya. Saya sekarang tidak terlalu pemarah seperti kemarinkemarin. Saya menjadi lebih bisa menyikapi persoalan dengan bijak. Mungkin memang saya menjadi lebih kalem dan halus selama beberapa bulan belakangan ini. Mungkin karena saya memandangnya dari luar lingkaran. Mungkin. Sebenarnya perubahan itu sudah saya rasakan selama dua tahun belakangan ini, dan semakin menunjukkan hasilnya beberapa bulan ini. Saya menarik napas lega. Saya bersyukur. Tapi perubahan itu saya yakin masih akan terus berjalan. Semoga saja demikian. Somehow, saya dengan sangat gembira menanti perubahan apa lagi yang bisa saya lakukan. Saya pasti bisa.


Di rumah siput ini, saya merasa mendapatkan sanktuari. Suatu tempat untuk menghilang. Suatu tempat untuk berteduh sebentar. Suatu tempat untuk memulihkan diri saya. Dan merasa mendapatkan rumah yang saya dambakan. Saya nyaman di rumah ini. Saya nyaman berada di dalamnya. Saya merasakan menemukan diri saya di sini. Mungkin bukan faktor rumah atau apalah itu, tapi lebih kepada diri saya yang bisa lebih bebas menentukan diri saya sendiri. Sanktuari itu ada dalam diri saya sendiri yang hadir melalui rumah siput ini dan segala hal yang ada di dalamnya. Saya yakin itu memang ada dalam diri saya sendiri.


Harap saya, semoga saya masih bisa merayakan peristiwa dua tahun, lima tahun, sepuluh tahun, dan bertahuntahun keluar dari rumah. sungguh..


25.03.09, 22.54...

1 comment:

anuma said...

aku ada d luar lingkaranmu. senang melihatmu tidak hanya melihat ke luar, tapi sudah mengenal lingkaranmu sendiri. :)